Jakarta – Keberadaan Enterobacter sakazakii masih bisa diminimalisir. Asalkan, susu bubuk yang hendak diberikan kepada anak, disajikan dengan baik.
“Penyiapan susu bubuk formula yang baik akan memperkecil resiko terinfeksi enterobacter sakazakii,” ujar Menteri Kesehatan, Endang R Sedyaningsih, di kantor Kementerian Kominfo jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (10/2/2011).
Menyediakan air untuk susu formula harus setelah air tersebut mendidih. Bakteri enterobacter sakazakii bisa mati dengan air mendidih. “Dianjurkan menggunakan air yang dimasak sampai mendidih,” lanjutnya.
Diusahakan agar tidak langsung disajikan melainkan didinginkan terlebih dahulu. “Lalu dibiarkan selama 10-15 menit agar suhunya turun menjadi tidak kurang dari 70 persen,” paparnya.
Menkes menjelaskan membuat susu formula jangan sampai berlebihan. Artinya, disediakan secukupnya sesuai kemampuan bayi. “Siapkan susu sebanyak yang dapat dihabiskan bayi sesuai dengan takaran yang dianjurkan pada label,” ujarnya.
Jika memang ada sisa lebih, lebih baik dibuang dan tidak disimpan hingga berjam-jam. “Sisa susu yang telah dilarutkan dibuang setelah dua jam,” lanjutnya.
Riset Institut Pertanian Bogor (IPB) terhadap susu formula menunjukkan bahwa sebanyak 22,73 persen susu formula dari 22 sampel terkontaminasi Enterobacter sakazakii. Selain itu, sebanyak 40 persen makanan bayi dari 15 sampel yang diteliti dan dipasarkan pada April-Juni 2006 terkontaminasi bakteri tersebut.
Penelitian Sri Estuningsih itu dilakukan pada 2006 dan baru dipublikasikan pada Februari 2008. Dari hasil penelitian tersebut, David ML Tobing menggugat IPB, Badan Perlindungan Obat dan Makanan (POM) dan Menteri Kesehatan yang saat itu dijabat Siti Fadilah Supari karena tidak mengumumkan nama-nama susu yang tercemar tersebut.
Mengumumkan merek-merek susu tersebut penting untuk melindungi masyarakat. Sebab bakteri tersebut tergolong berbahaya. Situs Wikipedia menulis, bakteri tersebut bersumber dari tanah, air, sayuran, tikus, dan lalat. Ini juga bukan bakteri yang merupakan mikroorganisma normal pada saluran pencernaan hewan dan manusia.
Biasanya, bakteri tersebut ditemukan di lingkungan industri makanan seperti pabrik susu, coklat, kentang, sereal, dan pasta, lingkungan berair, sedimen tanah yang lembab.
Bakteri tersebut berbahaya bagi bayi baru lahir hingga berumur 28 hari, bayi dengan gangguan sistem tubuh, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), bayi prematur, dan bayi yang lahir dari ibu yang mengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Bayi dalam kelompok tersebut merupakan yang paling rentan terinfeksi Enterobacter sakazakii. Bakteri tersebut dapat menyebabkan radang selaput otak dan radang usus pada bayi.
Bakteri itu bisa menyebabkan berbagai macam infeksi termasuk bakteremia, infeksi saluran pernapasan bagian bawah, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran kemih, infeksi dalam perut, radang jantung, radang sendi, osteomyelitis, dan infeksi mata.
Angka kematian akibat infeksi Enterobacter sakazakii mencapai 40 persen hingga 80 persen. Sebanyak 50% pasien yang dilaporkan menderita infeksi E. sakazakii meninggal dalam waktu satu minggu setelah diagnosa. Hingga kini belum ada penentuan dosis infeksi E. sakazakii, namun sebesar 3 cfu/100 gram dapat digunakan sebagai perkiraan awal dosis infeksi.
Sampai saat ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum mengharuskan negara-negara anggota WHO melakukan pemeriksaan rutin terhadap bakteri Enterobacter sakazakii mengingat dalam 42 tahun terakhir, hanya 46 kasus di seluruh dunia. (teknologi.inilah.com)
Klik disini: http://universal-24july.blogspot.com/
Klik disini: http://universal-24july.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar